Wahai tunas Islam semua
Putra-putri belia, MWI berseru padamu
Buka pintu hatimu……..
Bersedia membimbing kita
Menuju jaya cita-cita…
Menjadi manusia mulia
Berpribadi satria…..
(Mars MWI)
Tepat
pukul 6.30 dering HPku berbunyi, membangunkanku dari tidur pagi sesudah sahurku
hari jum’at ramadhan…… hmm… ada sms dari seorang teman lama di aliyah,dengan
mata yang masih tertahan kantuk, huruf-haruf di HP masih terasa kabur dan
pelan-pelan ku baca pesan itu………. Kata pertama membuatku terbelalak serta merta
menghilangkan kantukku pagi ini. “innalillahi wa inna ilaihi roji’un”…… ya kata
itu yang pertama tercetak dengan huruf kapital, kata yang mengisyaratkan akan
suatu kematian, detak jantungku pun menderu lebih cepat seperti genderang
perang. “siapa” hanya itu yang terfikir setelahnya olehku, siapa yang
meninggal? Dengan hati-hati dan seksama kuteruskan membaca sms, pencarianku pun
terhenti pada sebuah nama yang lagi-lagi tercetak dengan huruf kapital “BAPAK
H. ABDUL MANAN”. Nama yang sangat lekat dalam ingatanku dan mungkin ingatan
semua murid-murid beliau.
Pikiranku pun mengembara liar ke masa
lalu, dimana aku masih duduk di bangku Tsanawiyah, saat beliau mengajar Tarekh,
dan memberi kesan pertama yang lucu, dengan kisah-kisah sejarah kenabian yang
digubahnya menjadi sebuah dongeng yang penuh dengan improvisasi dan kelucuan,
dengan gaya beliau yang sangat lucu, kami pun selalu tertawa lepas mendengar kisah-kisah dalam
pelajaran Tarekh, dan ini yang selalu kami nanti-nantikan ketika pelajaran
Tarekh, seakan kami menjadi murid TK yang menunggu dongeng yang penuh fantasi
dan imajinasi kami masing-masing. Apalagi ketika beliau pulang haji, ceritanya
semakin gokil dengan bualan beliau yang sangat menarik. Tapi aku yakin beliau
bukan sengaja membohongi kami dengan cerita yang dibuat-buat, beliau mungkin
hanya ingin membuat bagaimana sejarah bisa menarik bagi anak-anak, tidak
membosankan. Dan kenyataannya memang kami jadi senang dengan pelajaran Tarekh,
senang menanti cerita beliau tentang perjuangan Nabi.
Hal lain yang kuingat dari beliau
adalah pada saat pelajaran Qiro’ah, beliau selalu menggambar sesuai judul,
gambar delman adalah salah satu gambar yang kuingat. Karena kelucuan dan
keceriaan beliau membuat kami jadi tidak takut, ada kedekatan tersendiri bagi
kami murid-muridnya terlebih ketika beliau menjadi wali kelas kami yang pertama
di kelas IC,karena itu kami kadang main ke rumah beliau, tapi kadang beliau
sedang di sawah, kami pun dengan sabar menunggu beliau pulang. Pernah suatu
ketika kami main dan di tinggal sama beliau entah kemana dan cukup lama, waktu
beliau masuk ke ruang tamu, kami terkejut, beliau membawa “KULUB BUDHIN” dengan
antusiasnya beliau bilang kalau ini bukan kulub biasa karena bikinnya pakai
“sajeng” (air nira dari manggar pohon kelapa yang biasa untuk membuat gula
jawa/gula merah). Ya…. Dengan polosnya kami bilang, wah jadi ngrepotin neh pak,
padahal kami senang sekali, kami pura-pura malu untuk makan kulub itu, tapi
ketika beliau kebelakang sebentar, kami semua langsung makan,…. Uuhhh dasar
anak-anak kalau ga ada orangnya aja baru berani makan padahal dari tadi udah
nahan pingin makan, hehehe…….
Itulah beliau dalam kenangan kami
sekarang, seorang guru yang kami rasa tidak pernah marah di kelas ataupun
diluar kelas, guru yang mengenalkan kami tentang sejarah kenabian.
Kenangan tentang guru-guru yang lain
pun tiba-tiba muncul dalam ingatanku. Tentang bapak “ahmad rozin” atau yang akrab
kami panggil dengan “pak Tiran”. Beliau adalah guru bahasa Arab kami…… الدّرس الاوّل itulah bahasa Arab pertama yang kami tau dari
beliau. Pak Tiran suka duduk di sebelah murid-murid yang perempuan kadang
ngobrol atau sekedar menanyakan orang tua kami, tapi kalau beliau duduk di
sebelah murid yang laki-laki, beliau selalu minta dipijitin…… dan ga kebayang
dulu kami harus menghafal 20 dars tiap ujian lesan catur wulan. Biarpun susah
kami pun tetap berjuang untuk menghapalnya meski kami belum terlalu paham nanti
manfaatnya menghapal buat kami, tapi ketika kami menterjamahkan bahasa arab
atau kami disuruh membuat kalimat, kadang kami mengingat-ingat bahasa Arabnya
dalam hafalan tersebut.
Lain lagi dengan almarhum bapak
“Prapto”, beliau adalah guru Fiqh,
mengajarkan kami tentang tata cara ibadah, tapi yang aku ingat adalah ketika
beliau bilang
ما هو الإسلام ؟itulah
yang beliau pertama ajarkan pada kami. Mengajarkan pada kami bagaimana tata
tertib shalat yang benar, tentang puasa, dan tentang ibadah-ibadah yang lain.
Lalu tentang bapak “Marjuned”.
Sebenarnya saya tidak pernah diajar beliau, karena ketika saya masuk aliyah
beliau sudah pensiun, tapi beliau tetaplah menjadi bagian dari keluarga MWI,
beliau mengajar tafsir yang kata kakak-kakak kelas kalau menerjemahkan sangat
cepat sekali, jadi anak-anak sering ketinggalan menulis muqoyadahnya. Hahaha…..
kebiasaan anak-anak MWI kalalu sudah begini, mereka ngampasi di bukunya, atau
ada yang menulis utuh, kami biasa sebut dengan Koran, tapi inilah yang sering
dicari anak-anak kalau mau ujian.
Dan yang terakhir yang takan pernah
hilang dan takan pernah usang dalam memoriku adalah bapak “Syahida”. Beliau
adalah guru faroid di aliyah, mengajarkan tentang ilmu waris,mungkin cerita
lengkapnya bisa anda baca pada tulasan saya yang berjudul “in memorial”
Ya….. itulah sepenggal kisah tentang guru-guru
kami di MWI, yang perjuangannya takan pernah terhapus dalam sejarah MWI. Bapak
Abdul Manan, beliau yang mengenalkan kami tentang sejarah kenabian, bapak Ahmad
Rozin yang mengajarkan kami tentang bahasa Arab, memperkaya kosa kata bahasa
Arab kami, bapak Prapto yang mengajarkan kami bagaimana beribadah yang benar,
bapak Juned yang mengajarkan kami tentang tafsir ayat-ayat al-Qur’an, dan bapak
Syahida yang mengajarkan pada kami tentang ilmu waris.
Mereka adalah bapak bagi kita semua
murid-muridnya, perjuangaannya yang tanpa tanda jasa yang kita semua tidak bisa
membalasnya. Wafatnya mereka menyimpan
kesedihan tersendiri bagi kami, perjuangan di medan jihad ilmu pengetahuan
mudah-mudahan menjadi amal jariyah yang takan perah terputus bagi mereka
guru-guru kami.
Bapak
maafkan kami yang mungkin pernah berbuat tidak sopan kepadamu, yang mungkin
menyakiti hatimu, dan dengan kesedihan yang mendalam banyak dari sebagian kami
yang tidak bisa mengantarkanmu sampai tempat peristirahatan terakhir, namun
do’a kami selalu teriring teruntukmu bapak-bapak kami…… terimakasih atas ilmu
yang engkau berikan pada kami….. terima kasih karena engkau telah mengantarkan
kami pada cita-cita kami….. terima kasih untuk bekal yang engkau berikan untuk
menata masa depan kami…
Kita siswa-siswi MWI
siap berkorban tuk mengabdi
menuntut ilmu dengan semangat murni
mencari kebenaran abadi
dengan Qur’an dan sunah Nabi
jagalah diri….
Kita berkarya dan beramal
Berjihad untuk Islam nan jaya……….
Berjihad untuk islam nan jaya………….
(hymne
ipmawi)
Dedicate for my
lovely teachers and my school
Memory @ Yogyakarta
Jum’at 27 Juli 2012
BY
Dhie Fie Syahida