Jumat, 27 Juli 2012

Mereka adalah guru kita semua…….



Wahai tunas Islam semua
Putra-putri belia, MWI berseru padamu
Buka pintu hatimu……..
Bersedia membimbing kita
Menuju jaya cita-cita…
Menjadi manusia mulia
Berpribadi satria…..
                                (Mars MWI)

                Tepat pukul 6.30 dering HPku berbunyi, membangunkanku dari tidur pagi sesudah sahurku hari jum’at ramadhan…… hmm… ada sms dari seorang teman lama di aliyah,dengan mata yang masih tertahan kantuk, huruf-haruf di HP masih terasa kabur dan pelan-pelan ku baca pesan itu………. Kata pertama membuatku terbelalak serta merta menghilangkan kantukku pagi ini. “innalillahi wa inna ilaihi roji’un”…… ya kata itu yang pertama tercetak dengan huruf kapital, kata yang mengisyaratkan akan suatu kematian, detak jantungku pun menderu lebih cepat seperti genderang perang. “siapa” hanya itu yang terfikir setelahnya olehku, siapa yang meninggal? Dengan hati-hati dan seksama kuteruskan membaca sms, pencarianku pun terhenti pada sebuah nama yang lagi-lagi tercetak dengan huruf kapital “BAPAK H. ABDUL MANAN”. Nama yang sangat lekat dalam ingatanku dan mungkin ingatan semua murid-murid beliau.
          Pikiranku pun mengembara liar ke masa lalu, dimana aku masih duduk di bangku Tsanawiyah, saat beliau mengajar Tarekh, dan memberi kesan pertama yang lucu, dengan kisah-kisah sejarah kenabian yang digubahnya menjadi sebuah dongeng yang penuh dengan improvisasi dan kelucuan, dengan gaya beliau yang sangat lucu, kami pun selalu  tertawa lepas mendengar kisah-kisah dalam pelajaran Tarekh, dan ini yang selalu kami nanti-nantikan ketika pelajaran Tarekh, seakan kami menjadi murid TK yang menunggu dongeng yang penuh fantasi dan imajinasi kami masing-masing. Apalagi ketika beliau pulang haji, ceritanya semakin gokil dengan bualan beliau yang sangat menarik. Tapi aku yakin beliau bukan sengaja membohongi kami dengan cerita yang dibuat-buat, beliau mungkin hanya ingin membuat bagaimana sejarah bisa menarik bagi anak-anak, tidak membosankan. Dan kenyataannya memang kami jadi senang dengan pelajaran Tarekh, senang menanti cerita beliau tentang perjuangan Nabi.
          Hal lain yang kuingat dari beliau adalah pada saat pelajaran Qiro’ah, beliau selalu menggambar sesuai judul, gambar delman adalah salah satu gambar yang kuingat. Karena kelucuan dan keceriaan beliau membuat kami jadi tidak takut, ada kedekatan tersendiri bagi kami murid-muridnya terlebih ketika beliau menjadi wali kelas kami yang pertama di kelas IC,karena itu kami kadang main ke rumah beliau, tapi kadang beliau sedang di sawah, kami pun dengan sabar menunggu beliau pulang. Pernah suatu ketika kami main dan di tinggal sama beliau entah kemana dan cukup lama, waktu beliau masuk ke ruang tamu, kami terkejut, beliau membawa “KULUB BUDHIN” dengan antusiasnya beliau bilang kalau ini bukan kulub biasa karena bikinnya pakai “sajeng” (air nira dari manggar pohon kelapa yang biasa untuk membuat gula jawa/gula merah). Ya…. Dengan polosnya kami bilang, wah jadi ngrepotin neh pak, padahal kami senang sekali, kami pura-pura malu untuk makan kulub itu, tapi ketika beliau kebelakang sebentar, kami semua langsung makan,…. Uuhhh dasar anak-anak kalau ga ada orangnya aja baru berani makan padahal dari tadi udah nahan pingin makan, hehehe…….
          Itulah beliau dalam kenangan kami sekarang, seorang guru yang kami rasa tidak pernah marah di kelas ataupun diluar kelas, guru yang mengenalkan kami tentang sejarah kenabian.
          Kenangan tentang guru-guru yang lain pun tiba-tiba muncul dalam ingatanku. Tentang bapak “ahmad rozin” atau yang akrab kami panggil dengan “pak Tiran”. Beliau adalah guru bahasa Arab kami……  الدّرس الاوّل  itulah bahasa Arab pertama yang kami tau dari beliau. Pak Tiran suka duduk di sebelah murid-murid yang perempuan kadang ngobrol atau sekedar menanyakan orang tua kami, tapi kalau beliau duduk di sebelah murid yang laki-laki, beliau selalu minta dipijitin…… dan ga kebayang dulu kami harus menghafal 20 dars tiap ujian lesan catur wulan. Biarpun susah kami pun tetap berjuang untuk menghapalnya meski kami belum terlalu paham nanti manfaatnya menghapal buat kami, tapi ketika kami menterjamahkan bahasa arab atau kami disuruh membuat kalimat, kadang kami mengingat-ingat bahasa Arabnya dalam hafalan tersebut.
          Lain lagi dengan almarhum bapak “Prapto”,  beliau adalah guru Fiqh, mengajarkan kami tentang tata cara ibadah, tapi yang aku ingat adalah ketika beliau bilang
       ما هو الإسلام ؟itulah yang beliau pertama ajarkan pada kami. Mengajarkan pada kami bagaimana tata tertib shalat yang benar, tentang puasa, dan tentang ibadah-ibadah yang lain.
          Lalu tentang bapak “Marjuned”. Sebenarnya saya tidak pernah diajar beliau, karena ketika saya masuk aliyah beliau sudah pensiun, tapi beliau tetaplah menjadi bagian dari keluarga MWI, beliau mengajar tafsir yang kata kakak-kakak kelas kalau menerjemahkan sangat cepat sekali, jadi anak-anak sering ketinggalan menulis muqoyadahnya. Hahaha….. kebiasaan anak-anak MWI kalalu sudah begini, mereka ngampasi di bukunya, atau ada yang menulis utuh, kami biasa sebut dengan Koran, tapi inilah yang sering dicari anak-anak kalau mau ujian.
          Dan yang terakhir yang takan pernah hilang dan takan pernah usang dalam memoriku adalah bapak “Syahida”. Beliau adalah guru faroid di aliyah, mengajarkan tentang ilmu waris,mungkin cerita lengkapnya bisa anda baca pada tulasan saya yang berjudul “in memorial”
          Ya….. itulah sepenggal kisah tentang guru-guru kami di MWI, yang perjuangannya takan pernah terhapus dalam sejarah MWI. Bapak Abdul Manan, beliau yang mengenalkan kami tentang sejarah kenabian, bapak Ahmad Rozin yang mengajarkan kami tentang bahasa Arab, memperkaya kosa kata bahasa Arab kami, bapak Prapto yang mengajarkan kami bagaimana beribadah yang benar, bapak Juned yang mengajarkan kami tentang tafsir ayat-ayat al-Qur’an, dan bapak Syahida yang mengajarkan pada kami tentang ilmu waris.
          Mereka adalah bapak bagi kita semua murid-muridnya, perjuangaannya yang tanpa tanda jasa yang kita semua tidak bisa membalasnya. Wafatnya mereka  menyimpan kesedihan tersendiri bagi kami, perjuangan di medan jihad ilmu pengetahuan mudah-mudahan menjadi amal jariyah yang takan perah terputus bagi mereka guru-guru kami.
Bapak maafkan kami yang mungkin pernah berbuat tidak sopan kepadamu, yang mungkin menyakiti hatimu, dan dengan kesedihan yang mendalam banyak dari sebagian kami yang tidak bisa mengantarkanmu sampai tempat peristirahatan terakhir, namun do’a kami selalu teriring teruntukmu bapak-bapak kami…… terimakasih atas ilmu yang engkau berikan pada kami….. terima kasih karena engkau telah mengantarkan kami pada cita-cita kami….. terima kasih untuk bekal yang engkau berikan untuk menata masa depan kami…

Kita siswa-siswi MWI
siap berkorban tuk mengabdi
menuntut ilmu dengan semangat murni
mencari kebenaran abadi
dengan Qur’an dan sunah Nabi
jagalah diri….
Kita berkarya dan beramal
Berjihad untuk Islam nan jaya……….
Berjihad untuk islam nan jaya………….
                        (hymne ipmawi)
Dedicate for my lovely teachers and my school
Memory @ Yogyakarta
Jum’at 27 Juli 2012
BY
Dhie Fie Syahida

Kausalitas

Senja sore ini langit begitu merah merayu….. memanjakan rasa lelah setelah sehari beraktivitas. Tidak heran seorang perempuan paruh baya men...