Ruang lingkup tauhid (mengEsakan Allah) mencakup atau meliputi tiga
bagian yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain, yaitu
tauhid yang berupa keyakinan dalam hati, tauhid berupa amalan pada anggota
tubuh, dan tauhid ucapan pada lisan. Jadi tiga kunci dalam tauhid, yaitu; Keyakinan,
Amalan, dan Ucapan.
Pembahasan kali ini hanya menfokuskan pada Tauhid Ucapan, pengingkaran
terhadap hal ini sering terjadi karena kebanyakan orang tidak mengetahui atau
mengetahui tapi tidak menyadari, atau mungkin menyadari,mengetahui tapi
sengaja, ini banyak terkait tentang nikmat dari Allah.
Nikmat adalah
segala anugrah yang diberikan Allah kepada makhluk, seperti: nikmat kesehatan,
harta benda, selamat dari bahaya, sebuah prestasi, jabatan….,
يعرفون
نعمت الله ثمّ ينكرونها وأكثرهم الكفرون
“Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya
dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.” (An-nahl ayat 83)
Ibnu
Jarir berkata: sesungguhnya ulama takwil (tafsir) berbeda pendapat tentang yang
dimaksud dengan nikmat. Suffyan menyebutkan dari As-Suddiy, “mereka
mengetahui nikmat Allah, tetapi kemudian mereka mengingkarinya”. Ia berkata bahwa nikmat itu adalah “Muhammad”,
yang lain berkata: “ akan tetapi artinya, mereka mengetahui bahwa nikmat-nikmat
yang Allah sebutkan dalam surat ini adalah dari sisi Allah, dan Allah-lah yang
member nikmat itu kepada mereka, akan tetapi mereka mengingkari itu, dengan
mengatakan bahwa mereka mewarisi nikmat itu dari bapak-bapak mereka”.
Berikut
adalah hadits yang menafsirkan surat An-Nahl ayat 83.
قال مجاهد: ما معناه. هو قول
الرّجل:
هذا مالي ورثته عن أبائي.
Dalam menafsirkan ayat
di atas, Mujahid berkata bahwa maksudnya adalah kata-kata seseorang “ini adalah
harta kekayaanku yang diwariskan oleh nenek moyangku”.
وقال قتيبة: يقولون: هذا بشافعة ألهتنا.
Menurut tafsiran Ibnu
Qutaibah: “mereka itu mengatakan, ini berkat syafaat sesembahan-sesembahan
kami”.
وقال عون بن عبد الله: يقولون لولا فلان لم يكن كذا.
‘Aun bin Abdullah
berkata: “yakni kata mereka, kalau bukan karena Fulan, tentu tidak akan menjadi
begini”.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid, tentang ayat “mereka
mengetahui nikmat Allah,(tetapi) kemudian mereka mengingkarinya,”. Ia
berkata bahwa nikmat itu adalah rumah-rumah, binatang-binatang ternak, dan
rezeki yang deluar darinya, baju dari besi dan dari kain. Orang-orang kafir
Quraisy mengetahui ini kemudian mengingkarinya. Mereka berkata “ini dahulu
milik bapak-bapak kami lalu mereka mewariskannya pada kami”. Yang lain berkata:
“Artinya adalah, bahwa orang-orang kafir jika dikatakan kepada mereka siapa
yang member rizki kepadamu? Mereka mengakui bahwa Allah-lah yang member rizki
kepada mereka, kemudian mereka mengingkarinya dengan perkataan mereka “Allah
memberi rizki kepada kami, dengan syafaan tuhan-tuhan kami”. Orang disebut
kufur nikmat yaitu karena mereka telah menetapkan dalam hati mereka bahwa Allah
pemberi rizki, tapi kemudian mereka katakan: “
هذا
مالي ورثته عن أبائي ini hartaku, aku mewarisinya dari
orangtuaku, هذا بشافعة ألهتنا ini
karena pertolongan nenek moyang kami”. Atau dengan perkataan yang semisal.
Hadits berikutnya dari ‘Aun bin Abdullah bin Utbah bin
Mas’ud Al Hudzali, ia adalah Abu Abdullah Al Kufi, seorang ahli zuhud. Ia
meriwayatka hadits dari ayahnya, Aisyah dan Ibnu Abbas, meriwayatkan dari
Qatadah, Abu az-Zubair dan az-Zuhri, Ahmad dan Ibnu Ma’in menganggapnya sebagai
orang yang tsiqah. Bukhari berkata: “mereka mengetahui nikmat Allah,
(tetapi) kemudian mengingkarinya”. ‘Aun bin Abdullah mengatakan dalam
menafsirkan ayat di atas, yakni kata mereka “kalau bukan karena Fulan, tentu
tidak akan menjadi begini dan begini”. Ibnu Jarir memilih perkataan yang
pertama. Sedangkan yang lainnya memilih pendapat yang menyatakan, bahwa ayat
tersebut mencakup seluruh apa yang disebutkan para ulama.
لو disini
diartikan untung, tujune, bara-bara, dan kata yang semakna dengan itu.
Contoh ucapan kufur nikmat yang sering di ucapkan adalah, “untung ada kamu,
sehingga saudaramu tidak mati, untung ada anjing kecil ini, untung kamu
kesini….” Ini menunjukkan bahwa
penyandaran nikmat pada selain Allah. Supaya tidak kufur, maka ucapan itu harus
di awali
الحمد
لله ربّ العلمين misal
“Alhamdulillah ayahku pulang dari Jakarta, jadi aku di kasih uang.
وقال أبو العبّاس بعد حديث زيد بن
خالد الّذي فيه أنّ الله تعالى قال: أصبح من عبادي مؤمن بي وكافر._الحديث_ وقد
تقدّم. وهذا كثير في الكتاب السّنّة يدمّ سبحانه من يضيف إنعامه إلى غيره ويشرك به.
قال بعض السّلف : هو كقولهم: كانت
الرّيح طيّبة والملاح حاذقا، ونحو ذلك ممّا هو جار على السنة كثير.
Abu
Al Abbas berkata setelah mengupas hadits Zaid bin Khalid yang telah lewat yang
terdapat firman Allah dalam hadits Qudsi, “Sebagian dari hamba-hamba-Ku ada
yang beriman kapada-Ku dan sebagian yang lain kafir”, hal ini banyak
terdapat dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah. Allah Ta’ala mencela orang yang
berbuat syirik kepada-Nya dengan menisbatkan nikmat-Nya kepada selain-Nya.
Diantara
kaum salaf ada yang mengatakan: “yaitu seperti kata mereka, “Anginnya bagus,
nahkidanya tangkas”, dan sebagainya yang sering keluar dari ucapan orang
banyak”.
Perkataan Syaikhul Islam
menunjukkan, bahwa hukum ayat ini adalah umum tentang orang yang menisbatkan
nikmat kepada selain Allah, dan mengakukan sebab-sebabnya dating dari
selain-Nya. “ di sana ada dua hal yang saling bertentangan dalam hati dan
ucapan, seperti ini juga disebut ingkar nikmat.
Ketika
mereka ditanya kenapa perjalanannya ko cepat? Mereka menjawab, anginnya baik
dan nahkodanya cerdik. Ini menggambarkan bahwa orang ini menyandarkan kepada
selain Allah, sehingga disebut kufur nikmat. Supaya tidak kufur nikmat maka
ucapan itu harus di awali Alhamdulillah atau bi idznillah.
So……!!!
Hati-hati kawan ketikan anda mengucapkan “UNTUNGLAH”
By:
Dhie_Fie Syahida
#
sumber rujukan Syaikh Abdurrahman Hasan Alu Syaikh, Fathul Majid: Syarah
Kitab Tauhid, penerjemah; Ibtida’in Hamzah, Abu Azka, Abu Al Haris, Editor;
Muhammad Yusuf Harun, Rahmat Arifin Muhammad bin Ma’ruf, Jakarta, Pustaka
Azzam, 2005 (hal 771)