“Hadapi bukan hindari”
Tentang sebuah mimpi yang masih tersigap dalam ingatanku. Bahwa semua itu ada dalam hidupku namun belum menjadi nyata. Tentang sebuah mimpi yang masih berliku jalannya untuk kutempuh, tersandung, dan kadang kala berujung pada kebuntuan, berbalik arah menjadi jalan yang harus kupilih karena tembok di depan terlalu tinggi untuk kuloncati, terlalu keras untuk ku hancurkan. Memutar arah, berarti butuh waktu untuk kembali kejalan tadi dan mencari jalan yang lain.
Ini ada sebuah kesalahan tentang sebuah mimpi yang kususun dalam satu jalan saja. Kerikil, batu, berlikunya jalan, tanjakan dan kebuntuan tak pernah kuperhitungkan sebelumnya, karena aku hanya tau berjalan dan berjalan. Hingga akhirnya aku sering terjatuh dan terjatuh.
Tentang sebuah mimpi yang kini mulai usang dalam ingatanku...... mulai tidak mengerti bagaimana harus berjalan lagi di jalan itu. “ah..... biar saja aku berhenti disini”, selalu ada suara-suara yang berusaha mematahkan kakiku untuk berjalan. Dan aku pun lelah untuk mendengar suara-suara itu, hingga kuputuskan menutup telingaku rapat-rapat, tp ternyata tak pelak dari telingaku, hingga suara itu menggema dan tersimpan dalam ingatanku. Seolah seperti hantu yang selalu mengikutiku.
Salah..... salah.... harusnya aku tak sekedar menutup telinga, harusnya aku menutup mulut-mulut mereka juga. Menutup mulut mereka dengan sebuah penyelesaian yang baik bukan hanya sekedar menghindari, menyelesaikan apa yang mereka perbincangkan tentang kepincanganku. tak ada pilihan lain untuk menutup mulut mereka adalah dengan aku sembuh dari kepincanganku. Dan kembali melangkah di jalan yang telah kususun kembali, bukan hanya satu arah, tapi banyak cabang di sana, cabang-cabang yang menghubungkan antara mimpi-mimpiku dan tujuanku. Jika nanti jalanku buntu diujung, maka aku punya persimpangan agar aku berbelok arah, bukan berbalik arah dan takan pernah lagi kutemui kebuntuan di jalan mimpiku.
Namun suara-suara mereka akan selalu muncul dalam setiap perjalananku, tapi kini aku tak pernah menganggapnya serius, itu hanya batu loncatan ketika aku harus menaiki sebuah tangga, tangga-tangga keberhasilan tentunya.
Masih tentang sebuah mimpi yang kini mulai ada pencerah. Dan akan kusambut itu dengan senyuman untuk menyumbat perbincangan mereka dari kepincanganku......
Ternyata dengan tak lagi pincang suara itu mereda....
Dengan selesainya tugasku, suara itupun telah menghilang...
Dan akhirnya dengan senyuman, ku songsong masa depanku......
“kepincanganku harus kuselesaikan sendiri dengan bijak”
“Bukan menutup telingaku, tapi menutup mulut mereka dengan kerja kerasku”
“Bukan menghindari, tapi menghadapi”
“Bukan hanya satu arah, tapi banyak arah”
“Bukan hanya untuk disimpan sendiri, tapi untuk orang lain”
“Bukan hanya satu teman, tapi banyak teman”
“Dari semua itu hanya ada yang benar-banar satu...... it’s my God”
@eidelwis yogyakarta, 26 september 2012
Dedicate for my self and my friends Asniyah Naila Sariy n Nur Faizah
By
Dhie Fie Syahida
Tentang sebuah mimpi yang masih tersigap dalam ingatanku. Bahwa semua itu ada dalam hidupku namun belum menjadi nyata. Tentang sebuah mimpi yang masih berliku jalannya untuk kutempuh, tersandung, dan kadang kala berujung pada kebuntuan, berbalik arah menjadi jalan yang harus kupilih karena tembok di depan terlalu tinggi untuk kuloncati, terlalu keras untuk ku hancurkan. Memutar arah, berarti butuh waktu untuk kembali kejalan tadi dan mencari jalan yang lain.
Ini ada sebuah kesalahan tentang sebuah mimpi yang kususun dalam satu jalan saja. Kerikil, batu, berlikunya jalan, tanjakan dan kebuntuan tak pernah kuperhitungkan sebelumnya, karena aku hanya tau berjalan dan berjalan. Hingga akhirnya aku sering terjatuh dan terjatuh.
Tentang sebuah mimpi yang kini mulai usang dalam ingatanku...... mulai tidak mengerti bagaimana harus berjalan lagi di jalan itu. “ah..... biar saja aku berhenti disini”, selalu ada suara-suara yang berusaha mematahkan kakiku untuk berjalan. Dan aku pun lelah untuk mendengar suara-suara itu, hingga kuputuskan menutup telingaku rapat-rapat, tp ternyata tak pelak dari telingaku, hingga suara itu menggema dan tersimpan dalam ingatanku. Seolah seperti hantu yang selalu mengikutiku.
Salah..... salah.... harusnya aku tak sekedar menutup telinga, harusnya aku menutup mulut-mulut mereka juga. Menutup mulut mereka dengan sebuah penyelesaian yang baik bukan hanya sekedar menghindari, menyelesaikan apa yang mereka perbincangkan tentang kepincanganku. tak ada pilihan lain untuk menutup mulut mereka adalah dengan aku sembuh dari kepincanganku. Dan kembali melangkah di jalan yang telah kususun kembali, bukan hanya satu arah, tapi banyak cabang di sana, cabang-cabang yang menghubungkan antara mimpi-mimpiku dan tujuanku. Jika nanti jalanku buntu diujung, maka aku punya persimpangan agar aku berbelok arah, bukan berbalik arah dan takan pernah lagi kutemui kebuntuan di jalan mimpiku.
Namun suara-suara mereka akan selalu muncul dalam setiap perjalananku, tapi kini aku tak pernah menganggapnya serius, itu hanya batu loncatan ketika aku harus menaiki sebuah tangga, tangga-tangga keberhasilan tentunya.
Masih tentang sebuah mimpi yang kini mulai ada pencerah. Dan akan kusambut itu dengan senyuman untuk menyumbat perbincangan mereka dari kepincanganku......
Ternyata dengan tak lagi pincang suara itu mereda....
Dengan selesainya tugasku, suara itupun telah menghilang...
Dan akhirnya dengan senyuman, ku songsong masa depanku......
“kepincanganku harus kuselesaikan sendiri dengan bijak”
“Bukan menutup telingaku, tapi menutup mulut mereka dengan kerja kerasku”
“Bukan menghindari, tapi menghadapi”
“Bukan hanya satu arah, tapi banyak arah”
“Bukan hanya untuk disimpan sendiri, tapi untuk orang lain”
“Bukan hanya satu teman, tapi banyak teman”
“Dari semua itu hanya ada yang benar-banar satu...... it’s my God”
@eidelwis yogyakarta, 26 september 2012
Dedicate for my self and my friends Asniyah Naila Sariy n Nur Faizah
By
Dhie Fie Syahida
Tidak ada komentar:
Posting Komentar